UU No. 33 Tahun 2004 Rugikan Daerah Migas

11-10-2010 / BADAN ANGGARAN

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Idris Laena menilai daerah penghasil migas akan terus dirugikan jika pemerintah tetap menggunakan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

“Selama pemerintah masih menerapkan UU No.33 tahun 2004, maka semua daerah penghasil khususnya Riau akan terus dirugikan, “ ujar Idris Laena yang ditemui usai mengikuti rapat Banggar  DPR RI dengan Dirjen Anggaran Kementrian Keuangan tentang pembahasan transfer daerah, di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (11/10).

Idris mengungkapkan, dirinya sempat mengajukan protes keras atas keinginan mayoritas anggota untuk kembali menggunakan UU No.33 tahun 2004.

Sebagai anggota wakil rakyat yang mewakili daerah penghasil dan memberikan kontribusi/devisa besar terhadap pusat, Idris berpendapat UU tersebut sangat merugikan daerah penghasil migas yang memiliki Dana Bagi Hasil (DBH) besar, namun sebaliknya hanya memperoleh Danan Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) minim.

“Alokasi DAU dan DAK yang diperoleh daerah pemilik DBH besar, sangat tidak signifikan, karenanya kami meminta agar diamandemen UU tersebut, “ ujar anggota komisi VI dan BKSAP itu.

Ditambahkan Idris dalam perdebatan di Banggar, sebanyak 500-an kabupaten di Indonesia, hanya 93 daerah pemilik DBH tinggi dari daerah penghasil yang ingin menolak  UU tersebut dipertahankan. Selebihnya sekitar 400 lebih kabupaten lainnya menginginkan UU tersebut dijalankan.

“Ini proses politik, ditentukan mayoritas suara dari hasil pemungutan suara. Dan mayoritas masih menginginkan UU 33 tahun 2004 itu, “ katanya.

Bentuk Opini Publik

Karena merugikan daerah penghasil migas seperti di Riau, Idris sebagai wakil rakyat dari Provinsi Riau, Idris meminta seluruh stakeholder di Riau membentuk opini publik secara simultan bahwa UU No.33 itu bisa diubah (revisi) karena merugikan Riau.

“Seluruh DPRD  baik di provinsi dan 12 kabupaten/kota di Riau, Pemprov, Pemkab/Pemko, dan LSM, akademisi diminta membuat opini publik adanya ketidakadilan dalam UU No.32 Tahun 2004 ini, “ katanya.

Idris berjanji akan berkordinasi dengan berbagai pihak dan elemen masyarakat untuk mendapatkan dukungan agar perjuangan menuju masyarakat Riau dan daerah penghasil lainya sejahtera dapat tercapai.

“Jika tak bisa diamandemen UU itu, maka kami akan usulkan DBH dari sektor perkebunan ke daerah pengolah/penghasil. Usaha lainnya bisa dari dana dekonsentrasi Kementrian, yang diajukan di Musrenbangnas, “ ujarnya. (si)

BERITA TERKAIT
Banggar Kasih Solusi Cespleng Antisipasi Risiko Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Apa Saja?
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN...
Pertimbangkan Kondisi Ekonomi, Pemerintah Diberi Ruang Diskresi Batas Atas-Bawah Kenaikan PPN
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI merespon terkait polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi...
Kunjungi Jatim, Banggar Bahas Kenaikan PPN 12%
04-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Surabaya - Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Banggar DPR...
Rapat Banggar DPR Bahas Anggaran 2025 Bersama Tujuh Menko
02-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menggelar rapat kerja dengan tujuh menteri koordinator Kabinet Merah Putih di ruang...